Selasa Kliwon, 26 Agustus 2025, pukul 10.00 WIB bertempat di Ndalem Sepuh, Yayasan Sabilunnajah Kendal kembali mengadakan pengajian rutin Selasa Pon. Pengajian kali ini dipimpin oleh Gus H. Mandzhur Labib dengan mengkaji kitab Bidayatul Hidayah.
Dalam kajian tersebut, Gus Mandzhur menyampaikan penjelasan penting mengenai tata cara istinjak (bersuci setelah buang hajat). Beliau menegaskan bahwa istinjak dapat dilakukan dengan air maupun benda padat seperti batu.
Air mewakili benda cair yang suci dan mensucikan, namun tidak semua jenis air bisa dipakai. Air yang dapat digunakan adalah air mutlak atau air mutohhir, yaitu air yang tidak berubah rasa, warna, dan sifatnya, meskipun berasal dari tempat berbeda seperti kolah, sumur, atau air kemasan.
Selain air, benda padat seperti batu yang bersih juga dapat digunakan. Menurut fiqih, minimal menggunakan tiga batu. Di zaman sekarang, benda padat yang umum digunakan adalah tisu. Cara yang paling efektif adalah dengan menghilangkan najis ainiyah (najis yang tampak wujudnya) menggunakan batu atau tisu terlebih dahulu, lalu menyempurnakan dengan air untuk menghilangkan najis hukmiyah (najis secara hukum). Cara ini lebih hemat air namun tetap sesuai tuntunan syariat.
Beliau juga memberi nasihat khusus untuk para ibu terkait cara mencuci pakaian yang terkena najis. Selama ini masyarakat banyak mengikuti cara pabrik yang menganjurkan mencampur air dengan deterjen sejak awal. Padahal, jika ada najis ainiyah, harus dibersihkan dulu hingga hilang zatnya sebelum diguyur air. Sementara deterjen bukanlah syarat wajib, karena air suci yang mengalir sudah cukup untuk menghilangkan najis. Menurut beliau, “Selama ini kita dicekoki industri kapitalis yang membuat kita merasa tidak pede mandi tanpa sabun atau mencuci tanpa deterjen, padahal fiqih tidak mewajibkan itu.”
Meski istinjak dengan batu sudah jarang digunakan, fiqih tetap mengajarkannya karena bisa menjadi solusi dalam keadaan darurat seperti bencana atau mendaki gunung. Gus Mandzhur menekankan, yang paling afdhal tetap menggunakan air, namun jika menggunakan batu, sebaiknya tiga buah batu, atau satu batu besar yang memiliki tiga sisi.
Di sela-sela pengajian kitab, Gus Mandzhur juga menyinggung tentang peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Beliau menjelaskan bahwa dalam tradisi Jawa, biasanya yang diperingati adalah hari wafat (haul). Namun untuk Rasulullah yang paling mulia, yang diperingati adalah hari kelahiran (Maulid Nabi). Banyak cara untuk memperingatinya, di antaranya dengan membaca Barzanji, Dziba’i, dan yang paling mengena adalah saat mahalul qiyam membaca “Thola’al Badru”.
Di akhir pengajian, Gus Mandzhur berdoa semoga dengan peringatan Maulid Nabi, kita semua diakui sebagai umat beliau dan mendapat syafaatnya.
