Brangsong, 25 Oktober 2025 – Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025, Lembaga Seni Budaya Muslimin (Lesbumi) MWC NU Kecamatan Brangsong menggelar serangkaian acara menarik yang bertajuk “Jagongan Budaya: Menjaga Tradisi Santri di Tengah Modernisasi”. Acara ini dilaksanakan pada Sabtu malam, 25 Oktober 2025, mulai pukul 19.30 WIB di Gedung MWC NU Brangsong.
Acara dibuka dengan pertunjukan drama kolosal berjudul The Santri ’45: Tercetusnya Revolusi Jihad, yang dipersembahkan oleh PAC IPNU IPPNU Kecamatan Brangsong. Drama ini mengangkat semangat perjuangan santri pada masa kemerdekaan 1945, dan menampilkan kisah heroik yang sarat nilai keagamaan dan nasionalisme. Para pelaku drama memainkan peran mereka dengan penuh penghayatan, sehingga setiap adegan mampu menyentuh emosi penonton.
Hadirin tampak sangat antusias menyaksikan pertunjukan ini. Mereka tidak hanya terhibur, tetapi juga memperoleh pesan moral dan sejarah yang mendalam tentang peran santri dalam perjuangan kemerdekaan. Banyak penonton mengaku terinspirasi oleh keteguhan dan keberanian tokoh-tokoh santri yang diperankan, yang menunjukkan bahwa semangat jihad dan cinta tanah air tetap relevan bagi generasi muda saat ini.
Setelah drama, acara dilanjutkan dengan diskusi budaya bertema Jagongan Budaya: Menjaga Tradisi Santri di Tengah Modernisasi. Diskusi ini menghadirkan beberapa tokoh penting, di antaranya Gus Misbahul Munir, Wakil Ketua Lesbumi PCNU Kabupaten Kendal; Bahrul Ulum A. Malik, Koordinator Divisi Lesbumi PCNU Kabupaten Kendal; serta M. Lukluk Atsmara Anjaina, Pengurus Lesbumi MWC NU Kecamatan Brangsong.
Gus Misbahul Munir menegaskan, “Di tengah derasnya arus modernisasi, tradisi santri sebagai warisan budaya keagamaan harus terus kita pelihara dan kembangkan. Jagongan Budaya ini menjadi ruang bagi kita untuk menyatukan pemahaman dan praktik tradisi tanpa kehilangan relevansi dengan perkembangan zaman. Tradisi bukan hanya sekedar kebiasaan lama, tapi merupakan identitas spiritual yang menguatkan jati diri kita sebagai santri dan kaum Nahdliyin.”
Sementara Bahrul Ulum A. Malik menambahkan, “Modernisasi bukan ancaman bagi tradisi santri, tapi justru harus menjadi peluang untuk memperkaya dan memperluas jangkauan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para pendahulu kita. Melalui jagongan budaya, kita ingin menunjukkan bahwa tradisi bisa hidup berdampingan dengan kemajuan tanpa harus kehilangan esensi dan maknanya.”
M. Lukluk Atsmara Anjaina juga menegaskan pentingnya penguatan akar tradisi sebagai landasan karakter generasi muda. “Menjaga tradisi santri di tengah modernisasi bukan hal yang mudah, tapi sangat penting untuk membentuk karakter generasi muda yang kuat dalam iman dan budaya. Acara jagongan budaya ini merupakan upaya kami untuk menguatkan akar tradisi sekaligus memberikan ruang bagi santri untuk berkreasi dan berinovasi dalam bingkai nilai-nilai keislaman dan kebangsaan.”
Acara ini terbuka untuk umum dan diharapkan dapat menjadi momentum penguatan budaya dan spiritual santri sebagai tonggak penting dalam menjaga nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan di era modern.
( U M A M )
